Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenal Wayang Kulit, Warisan Budaya Jawa Yang Mendunia



CAHYOGYA.COM - Saya yang kebetulan lahir dan tumbuh di lingkungan masyarakat Jawa, sedikit banyak juga mencintai dan bangga akan berbagai budaya jawa, salah satu kesenian yang paling membuat saya berkesan yaitu Wayang Kulit.  Sejak kecil saya selalu diajak menonton berbagai pementasan wayang kulit, karena pementasannya hanya digelar sebagai perayaan peristiwa-peristiwa tertentu saja, maka saya pun selalu menyempatkan diri untuk menonton pertunjukan ini.


Mengenal Wayang Kulit, Warisan Budaya Jawa Yang Mendunia


Menurut wikipedia, Wayang kulit merupakan sebuah kesenian tradisional Indonesia yang berkembang di Jawa. Kata wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan'.

Namun, menurut saya pribadi wayang kulit sendiri merupakan sebuah kesenian yang mengangkat kisah sehari-hari serta mengandung berbagai pesan moral didalam ceritanya. Latar cerita memang banyak bersumber dari naskah Mahabarata dan Ramayana yang merupakan budaya hindu, akan tetapi tidak jarang sang dalang (sutradara) juga memasukkan budaya Jawa yang menjadi pedoman masyarakat sehari-hari.

Di Yogyakarta sendiri ada beberapa dalang wayang kulit yang cukup terkenal, sebut saja Ki Manteb Soedharsono ataupun Ki Timbul Hadi Prayitno, dari sewaktu saya masih kecil jika kedua dalang tersebut "pentas" maka bisa dipastikan area pagelaran wayang kulit akan dibanjiri oleh penonton wayang kulit dari berbagai daerah.

Pernah suatu ketika di awal tahun 2000an saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, saya diajak oleh kakek dan beberapa teman seusianya untuk menonton pertunjukan wayang kulit, yang dalangnya pada saat itu adalah Ki Timbul Hadi Prayitno, jarak dari rumah sampai lokasi kira-kira sejauh 15 Kilometer dan saat itu hanya di tempuh dengan menggunakan sepeda ontel bukan dengan sepeda motor atau mobil.

Yang lebih gila lagi terjadi didesa saya, di daerah Kabupaten Bantul yang saat itu mengadakan pementasan wayang kulit dengan dalang yang sama, di area pementasan saya sempat bertemu dengan rombongan pesepeda dari Gunungkidul yang rela jauh-jauh turun gunung hanya untuk bisa melihat pementasan wayang kulit ini, luar biasa!

Meskipun kesenian wayang kulit memiliki banyak penggemar dan daya tarik yang luar biasa, tetapi saat ini sudah semakin jarang adanya pementasan wayang kulit, jika dulu di desa saya saja paling tidak akan diadakan satu kali pagelaran wayang kulit setiap pergantian lurah, hari jadi desa atau saat bersih desa, beberapa periode terakhir tradisi tersebut lebih sering digantikan dengan pementasan musik dangdut atau campur sari.

Hal ini bukan tanpa sebab, karena memang jika dibandingkan dengan pagelaran wayang kulit kedua jenis hiburan tersebut biayanya terbilang lebih terjangkau dan peminatnya pun juga tidak kalah banyak, akan tetapi jika dilihat dari manfaat dan nilai edukasinya, pertunjukan wayang kulit jauh lebih bermutu, karena selain menjadi sarana hiburan didalamnya juga terdapat nilai-nilai moral yang bisa dicontoh oleh para penonton, terutama generasi muda saat ini yang perlu mempunyai sosok baik sebagai panutan yang bisa dicontoh dalam kehidupan sehari-hari.



Sponsored Post

Kamu suka artikel seperti ini? Jika suka silakan klik bagikan pada artikel ini 

CAHYOGYA.COM - Situs Anak Muda Jogja