Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengungkap Keberpihakan Media Dalam Pertarungan Pilpres 2014

Mengungkap Keberpihakan Media Dalam Pertarungan Pilpres 2014


CAHYOGYA.COM - Belakangan ini, slot tayangan untuk Capres Prabowo cukup mumpuni di TV One. Berbagai pencitraan positif muncul di televisi satu ini.  Sementara slot berbagai kegiatan Capres Jokowi, relatif lebih pendek dan terkadang dibumbu-bumbui pencitraan kurang elok. Selama musim kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 ini, memang ada dua televisi nasional yang gencar menyajikan liputan politik mengindikasikan adanya Keberpihakan Media Dalam Pertarungan Pilpres 2014. Selain TV One, ada satu televisi lagi: Metro TV. Hebatnya, pemilik kedua televisi ini, selain pengusaha, juga tokoh politik. Sangat menarik bagi kita semua untuk tau dan Mengungkap Keberpihakan Media Dalam Pertarungan Pilpres 2014 sebagai bekal untuk menentukan pilihan kita 9 juni mendatang.

TV One media milik Aburizal Bakrie, Ketua Umum DPP Golkar dan Metro TV media milik Surya Paloh, eks pengurus DPP Golkar yang kini menjadi Ketua Umum Partai Nasdem. Menariknya, dua tokoh ini memberi dukungan berbeda. Surya Paloh dengan Nasdemnya ke Capres Jokowi, sementara Aburizal Bakrie dengan Golkarnya, berpihak ke Capres Prabowo. Akibatnya bisa anda lihat, televisi yang mereka miliki, ikut terseret-seret masuk ranah politik. Jelas untuk memenuhi hasrat politik pemiliknya.


Jika ingin melihat berbagai kelemahan Capres Prabowo dan gerbong pendukungnya, maka tontonlah Metro TV. Begitu pula sebaliknya, jika ingin mengetahui berbagai kebobrokan Jokowi dan gerbongnya, maka tontonlah TV One.

Contoh kecil saja yang jelas menunjukkan Keberpihakan Media Dalam Pertarungan Pilpres 2014, belakangan ini Metro TV kembali gencar mengangkat soal Lapindo. Maka jelas, misinya adalah ingin membuat pencitraan negatif kepada Aburizal Bakrie, yang memberi dukungan politik kepada Capres Prabowo.

Soal tragedi 1998 juga kembali diungkit-ungkit dengan harapan memberi kesan negatif kepada Prabowo, yang disebut-sebut ikut bertanggung jawab atas tragedi tersebut. TV One juga tak kalah garang. Di antaranya mereka memberi space mumpuni soal liputan banjir dan kemacetan di Jakarta yang tak kunjung teratasi. Liputan ini jelas bermuatan politis untuk Jokowi. Jokowi adalah Gubernur DKI Jakarta dan hingga kini, persoalan banjir dan kemacetan memang masih menjadi momok yang belum terurai maksimal.

Demi kampanye pilpres, awak media, media, menjadi korban pemiliknya. Di sisi lain, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) pun mandul karena kepentingan yang tak jelas. Lebih jauh, baru kali ini ditemukan keanehan akut dalam dunia penyiaran televisi - juga radio swasta - dan media massa online dan non-onlie. Para awak televisi, wartawan dan redaksi dengan terpaksa mengikuti alur arahan pemilik media televisi atau online. Hanya kelompok Gramedia, Kompas, KompasTV dan TVRI yang cukup indipenden dalam mewartakan berita. Lainnya memihak kalau bukan Prabowo ya Jokowi.

Yang paling aneh adalah bahwa para pemilik televisi, dan media yang pro capres tertentu, seperti menganggap para pemirsa dan pembaca serta pendengar adalah benda mati yang tak bisa berpikir. Teori komunikasi bahwa semakin digeber informasi - bahkan kampanye hitam, maka akan tertanam pesan. Yang dilupakan adalah bahwa manusia bisa mengalami kejenuhan. Juga bisa berpikir dan tidak bodoh. Pemirsa, pendengar dan pembaca, juga tak statis dan tak bodoh-bodoh amat.

Dalam hal media massa cetak, rasanya, kesannya akan sama. Koran Sindo membatasi berita kebaikan Jokowi-JK. Demikian pula Media Indonesia mengurangi berita kelebihan Prabowo-Hatta. Akibat dari polarisasi pemberitaan ini adalah pembaca kehilangan hak mendapatkan informasi seimbang dari kedua media itu - sama dengan media televisi yang telah kehilangan obyektivitasnya.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun tidak memiliki kemauan untuk menegur media televisi dan radio yang terindikasi Keberpihakannya Pertarungan Pilpres 2014 dan tak menyiarkan berita secara berimbang. KPI tak berkutik di depan kekuasaan media Harry Tanoesudibjo, Aburizal Bakrie dan Suryo Paloh. Kenapa? Uang uang uang uang berbicara. Obyektivitas dan independensi media massa diterabas dan hanya menjadi corong kepentingan penguasa dan pemilik uang.



Terus apa masalahnya…??? mari kita Mengungkap Keberpihakan Media Dalam Pertarungan Pilpres 2014 Sebagai masyarakat cerdas, salah satu solusi mengatasi kegilaan ini adalah  wajib menonton dua televis ini secara berimbangan, atau kalu perlu tidak usah melihat sama-sekali kalau hanya suka pada salah satu pihak. untuk mendapatkan perimbangan berita yang adil. Kalau tidak, maka kita bisa terjebak dalam opini yang tidak berimbang pula.

Jangan nonton TV One saja, tapi harus juga rajin dan berimbang nonton berbagai tayangan Metro TV, agar kita bisa berpikir lebih bijak saat menentukan pilihan kelak. Pilih Prabowo atau pilih Jokowi. 


Update News By : @N_besar


Post a Comment for "Mengungkap Keberpihakan Media Dalam Pertarungan Pilpres 2014"